Kamis, 30 April 2020

Olah Raga Ringan Semasa Puasa

Puasa kali ini tentu berbeda ya...selain himbauan untuk tetap tinggal di rumah, tentu banyak hal lain juga yang tidak dapat kita lakukan. Keterbatasan ruang gerak akibat pandemi yang tengah melanda tentu menjadi penyebab semua ini. Lantas apakah iya lantas kita hanya rebahan saja?

Tentu tidak bukan? Sebenarnya masih banyak hal yang dapat kita lakukan sekalipun dalam ruang gerak yang terbatas. Kondisi puasa yang tengah kita jalani bukan alasan kita juga untuk bermalas-malasan. Kondisi badan yang tetap prima dan sistem imun tubuh yang baik tent akan menjaga kita dari serangan sang virus.

Belum lagi selama puasa, mungkin asupan makanan kita jadi sedikit tidak terkontrol. Misalnya mungkin banyak asupan kadar gula yang tanpa kita sadari. Lalu bagaimankah cara menajga kebugaran dan kesehatan selama puasa ini?

Selain tetap menjaga pola makan, dan asuan makanan yang baik tentu juga dengan olah raga. Olah raga? Ya..kenapa tidak. Tentu bukan dengan jenis olah raga yang berat yang biasa kita lakukan diluar puasa. Cukup dengan olah raga ringan saja yang dapat kita lakukan di sekitar rumah.

Lantas kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan olah raga yang tepat? Bagi orang yang sudah terbiasa melakukan olah raga, mungkin bukan lagi hal yang sulit. Namun bagi saya atau anda yang tidak terbiasa olah raga, mungkin waktu yang tepat adadalah 15 menit menjelang berbuka. Disesuaikan saja dengan keadaan dan kukuatan kondisi tubuh kita masing-masing. Siap untuk berolahraga? Yuk...

#Tantangan #Day8 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay8
#Ramadhan2020

Rabu, 29 April 2020

Zaman Berganti, Trend Stoples Pun Juga Berganti

Saya masih ingat dulu, bagaimana rumah kami yang notabene ada di desa saat menjelang lebaran. Jajaran stoples-stoples beling yang sudah lama menghuni lemari sejurus kemudian di keluarkan dari tempat persembunyiannya selama setahun.

Ya, jajaran stoples ini hanya akan keluar setahun sekalli. Layaknya rumah-rumah yang ada di desa, menjelang lebaran pun kami mulai membuat bermacam-macam kue kering khas desa. Kue-kue kering yang hanya dapat kami temui setahun sekali.

Kue-kue kering dalam stoples itu nanti yang akan kami suguhkan pada para tamu yang berkunjung untuk silaturahmi dan bermaaf-maafan. Dan momentum seperti ini sungguh sangat menyenangkan untuk semua penghuni rumah. Dan tentu saja ibu sebagai sang ratu rumah tanggalah yang paling sibuk dan heboh mengatur semua ini.

Kembali pada maslah stoples. Saya masih ingat betul, saat itu stoples yang kami miliki umumnya di desa adalah stoples berbahan kaca yang berat dan besar. Seiring perkembangan zaman dan waktu, dipasaran pun mulai muncul jenis stoples-stoples baru menjelang lebaran.

Walau jarang untuk membeli lagi yang baru, sekedar cuci mata melihatnya kerap saya lakukan saat ikut mengatar ibu ke pasar. Saya pun pernah minta dibelikan stoples kecil yang lucu dan unik menurut saya. Stoples itu sengaja saya isi dengan kue yang akan saya makan sendiri.

Pernah saya mengusulkan pada ibu untuk menggati stoples lama kami dengan yang lebih kecil dan dengan model yang lebih baru. Tapi usulan saya ini ditolak, dengan alasan kurang pantas dan takut tamunya malu mau ambil kuenya nanti ucap ibu saya. Akhirnya stoples itu lagi yang menjadi penghuni meja tamu.

Bahkan saat mulai booming stoples-stoples lucu dari bahan plastik dengan merk yang sangat ternama itu pun juga tidak masuk persetujuan ibu saya. Lagi-lagi dengan alasan kurang pantas untuk menyuguhkan tamu.

Namun akhirnya perubuhan itu pun terjadi. Ntah kapan tepatnya saya sudah tidak ingat lagi. Yang jelas saat adik kami yang bungsu mulai kuliah. Mungkin pendekatan si bungsu ini jauh lebih mengena dan dapat diterima oleh ibu saya. Hingga pada akhirnya saat itu saya mulai melihat ada stoples-stoples kaca lain dengan ukuran yang lebih kecil. Dan tentunya ada juga yang lain yaitu stoples-stoples lucu dari bahan plastik merk ternama tersebut. Kini nuansa meja tidak semenoton dulu lagi. Lebih ceria dan nampak sangat berbeda.

Tantangan #Day7 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay7
#Ramadhan2020

Selasa, 28 April 2020

Si Pendiam Yang Ternyata Berhati Mulia

Pertemuan saya dengan salah seorang murid kami dulu mengingatkan kembali pada sosok sederhana yang santun dan penuh kerendahan hati. Selain termasuk jajaran murid yang lumayan berprestasi, adabnya sangat luar biasa terpuji. Dan satu hal yang mungkin jarang diminati oleh kawula muda saat ini, yaitu menjadi marbot masjid.

Mengabdikan diri menjadi seorang marbot masjid tentu pekerjaan yang mulia. Membersihkan tempat ibadah menajdi tanggung jawabnya sehari-hari. Masya Allah, sungguh perbuatanang sangat mulia. Saya pun rasanya belum tentu sanggup melakukannya. Semoga masih banyak anak muda-anak muda lain yang juga tergugah untuk hal mulia ini.

Selain berdiam diri di dekat pesantren yang ada di lingkungan sekolah kami, ternyata sosok santun itu juga menjadi marbot di masjid tersebut. Dalam satu kesempatan saya punya cerita yang begitu membekas tentang sosok satu ini.

Saat itu jam terkahir saya berada di kelas paling atas. Hujan turun dengan begitu lebatnya. Anak-anak banyak yang nekad pulang sembari hujan-hujannan. Tapi tidak dengan saya. Selain tidak ingin mengambil resiko basah, saya pun tak ingin mengambil resiko jatuh terpeleset karena jalanan yang lumayan licin.

Lumayan cukup alam saya menunggu hujan berhenti. Atau setidaknya mereda. Namun hampir tiga puluh menit, sepertinya hujan belum nampak akan berhenti. Sedang gemuruh petir bersaut-sautan semakin memekakkan telingan. Apa boleh buat, menunggu masih menjadi pilihan terbaik.
Demikian halnya dengan kawan-kawan guru lain yang ada di kantor. Mereka masih menunggu hujan reda untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba dari sosok kejauhan saya melihat seperti ada yang melambaikan tangan.

Samar-samar saya perhatikan terus lambaian itu. Kabut turun pun lumayan tebal menghalangi pandangan. Jujur, sebenarnya ada rasa sedikit takut juga sendiri diatas, sementara kewan-kawan yang lain sudah lebih dulu buru-buru turun tadi.

Tapi sudahlah...Kembali saya perhatikan lambaian tangan tersebut. Barangkali lambaian yang dimaksud adalah untuk saya. Ternyata benar, saat saya menunjuk diri apakah lambaian itu dimaksud untuk saya?. Dari kejauhan samar terlihat si pemilik lambaian itu pun mengangguk. Kira-kira lima menit kemudian, datanglah sang marbot tersebut.

Rupa-rupanya dari tadi ia mengamati saya sendiri diatas sini. Dengan membawa satu payung lagi, ia membawakan saya payung untuk bisa turun ke ruang guru. Ya Allah, rasanya terharu sekali dengan kebaikan yang diberikan oleh anak ini. Ternyata dibalik sifat diamnya selama ini, dia masih menunjuakan keperdulian yang dalam pada orang yang membutuhkan bantuan. Terima kasih ya atas pertolongannya...

Tantangan #Day6 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay6
#Ramadhan2020

Senin, 27 April 2020

Tips Membangunkan Si Kecil Sahur Tanpa Drama


Makan sahur adalah rutinitas yang kita lakukan selama menjalankan ibadah puasa. Hal rutin yang mungkin terasa mudah bagi kita yang sudah dewasa dan sudah terbiasa. Namun tidak halnya dengan anak-anak. Terutama adalah anak-anak yang masih belajar puasa.
Teriak..bukan solusi. Apalagi memarahi, bisa jadi makin runyam. Dan tentunya juga bukan solusi yang baik. Lalu apa yang bisa ibu lakukan untuk membantu si kecil bisa bangun untuk makan sahur dengan tidak menggunakan drama-drama ala Korea, India dan negeri antah berantah?.
Beberapa tips yang saya punya mungkin bisa juga sedikit membantu ibu-ibu dengan permasalahan yang sama.
1.      Buat perjanjian. Saat sebelum tidur, usahakan kita melakukan perjanjian dengan anak. Agar, ketika dibangunkan nanti tidak ada drama-drama lagi.
2.      Berikan rewards. Apabila si kecil sudah dapat menepati janjinya, tidak ada salahnya kalau kita sebagai orang tua mengapresiasi usaha yang telah dilakukan si kecil. Apa apresiasi yang bisa kita berikan? Selain ucapan terima aksih, mungkin bisa dengan menyiapkan hidangan buka puasa yang sesuai dengan seleranya.
3.      Siapkan menu makanan dan minuman yang menjadi kesukaan si kecil. Memang sedikit agak ekstra ya untuk di bulan puasa ini. Tapi untuk hasil yang baik, mengapa tidak kita coba.
4.      Jurus pamungkas...ini sih jurus yang terkadang masih saya gunakan juga. Saya sarankan hanya untuk keadaan darurat. Untuk ini mungkin bukan saja hanya untuk si kecil, tapi semua penghuni rumah. Apakah itu? Percepat jarum jam dari biasanya...bisa sepuluh atau lima belasa menit menjelang imsya’. Atau silahkan atur-atur sendiri jam yang bisa mendebarkan siapapun yang melihatnya hahahha...
Semoga hari ini kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan lancar. Sehat, damai dan berkah penuh dengan limpahan kasih dan sayang-Nya dalam semangat menebar kebaikan..Gusti Mberkahi...

Tantangan #Day5 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay5
#Ramadhan2020



Minggu, 26 April 2020

Pie Susu Mini Karya Jemari Si Kecil

Menunggu waktu berbuka itu tentu menjadi waktu yang menyenangkan. Gara-gara di rumah saja selama wabah mendera, mendadak chef pun akhirnya melanda. Dan momen puasa adalah waktu yang paling tepat untuk bereksperimen.

Jangan lupa ajak si kecil untuk ikut bereksperimen ya. Jangan perdulikan mentega, terigu dan yang lain-lainnya berantakan dimana-mana. Yang penting bisa menciptakan suasana bahagia buat anak-anak. Dan tentunya kegiatan masak –memasak juga melatih kemampuan motorik halusnya.

Menyiapkan sajian buka puasa kali ini atau biasa yang dikenal dengan istillah takjil, kami akan bereksperimen membuaat pie susu mini. Bukan resep kami sendiri, tapi hasil dari buka-buka situs makanan dan kuliner yang saya lakukan disela-sela rebahan menjadi pahlawan. Rebahan saja kan ga enak, jadi mending berselancar di dunia maya untuk mendapatkan resep praktis, menarik dan tentunya mudah untuk dilakukan.

Dan pilihan pun jatuh pada si mungil kue pie susu. Mengingat kedua bocil adalah penggemar susu. Dan dari resep bahan yang ada pun tidaklah sulit. Semua bahan relatif sudah tersedia di lemari pendingin.

Oke, bahan-abahn yang perlu disipakan adalah :
1. 10 sdm tepung terigu
2. 2 sdm susu cair
3. 5 sdm telur utuh
4. 1 butir telu ayam

Bahan isian :
1. 20 sdm susu kental manis
2. 2 sdm tepung jagung/maizena
3. 2 sdm air
4. Keju untuk taburan/topping

Cara membuat :
1. Campurkan terigu, susu, mentega dan telur. Aduk rata perlahan hingga kalis. Tanda sudah kalis saat adonan sudah lentur tidak mudah robek. Jangan lupa taburi sedikit garam.
2. Cetak adonan dalam wadah pie mini, atau jika punya bisa menggunakan penggorengan berbahan teflon.
3. Tusuk-tusuk permukaan adonan, supaya tidak menggembung saat pemanggangan nanti. Bisa menggunakan garpu.
4. Olesi mentega terlebih dahulu ya wadah cetakan pie nya.
5. Buat adonan isi
6. Campurkan susu, telur, maizena dam air. aduk perlahan. Cukup gunakan kocokan manual dengan tangan saja. Tidak perlu sampai berbusa, asal semua adonan telah tercampur rata.
7. Saring adonan supaya tidak ada bahan yang masih menggumpal.
8. Tuang  bahan isian ke dalam adonan dasar yang sudah ada dalam cetakan.
9. Panggang dalam oven yang sudah terlebih dahulu dipanaskan.
10. Taburkan parutan keju sesaat sebelum diangkat.
11. Angkat pie, jika sudah matang dengan tanda cairan isi sudah kering.
12. Selamat mencoba.
13. Happy baking ya...

Tantangan #Day4 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay4
#Ramadhan2020

Sabtu, 25 April 2020

Ngabuburit Di Rumah Saja, Mengapa Tidak? Coba Kegiatan Ini Yuk....


Wabah dari sang virus benar-benar membuat semua elemen kehidupan kita menjadi berubah. Pun demikian halnya saat masa puasa seperti saat ini. Biasanya orang akan banyak yang lalu lalang di jalan saat menunggu waktu berbuka.
Ngabuburit atau istilah menunggu waktu berbuka yang ada di Tanah Sunda merupakan saat yang dinanti terutama oleh anak-anak. Namun, karena situasi yang tidak mengenakkan belakangan ini, maka tak ada lagi ngabuburit untuk puasa kali ini. Lalu apa yang bisa kita lakukan di rumah untuk menunggu waktu berbuka?
Banyak hal baik tentunya yang bisa kita lakukan di rumah. Misalnya ikut membantu ibu menyiapkan menu sajian berbuka. Mungkin kegiatan ini sudah lama kita tinggalkan. Mengingat pada hari biasa saat puasa, kita banyak disibukkan dengan kegiatan buka puasa bersama dimana-mana.
Kedua, tadarus atau membaca Al-quran. Kegiatan positif ini tentu dapat meningkatkan nilai ibadah kita selama masa stay at home ini. Tidak saja menambah nilai-nilai baik selama puasa, tentunya tadarus dapat semakin menentramkan hati siapa saja yang membacanya.
Ketiga, mengisi kegiatan kultum dalam keluarga. Hal ini bisa menjadi ajang latihan baik bagi sang ayah ataupun anak-anak untuk belajar berbicara di hadapan orang lain. Dengan latiihan kultum di rumah selama Ramdhan, siapa tahu nanti saat masuk sekolah si kecil sudah terampil dan lancar untuk berbicara di depan umum. Menarik untuk di coba kan?
Keempat, membuat kue-kue lebaran. Bukan saja untuk persiapan isi toples di rumah. Tapi juga dapat dimanfaatkan untuk sekalian belajar berwirausaha. Tidak ada salahnya kan. Kalau memang produk yang kita hasilkan memang layak jual...mengapa tidak.
Hal-hal diatas adalah beberapa jenis kegiatan yang dapat kita lakukan untuk ngabuburit selama masa stay at home ini. Tidak saja aman dan nyaman, yang jelas juga punya manfaat baik lainnya. Dari mengasah keterampilan, meningkatkan keimanan, mengasah kemandirian, bahkan sampai mengasah tumbuhnya jiwa wirausaha.
Tak perlu ragu dan malu. Bukankah saat puasa adalah saat kita untuk berbenah diri. Berbenah secara lahir maupun bathin. Ngabuburit tidak selalu juga identik dengan turun ke jalan kan? Yuk...kita coba mulai sore ini.

Tantangan #Day3 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay3
#Ramadhan2020


Jumat, 24 April 2020

Isengnya Masa Kecil Kami Saat Itu...


Saat buka puasa adalah saat yang selalu dinantikan oleh semua yang tengah menjalani ibadah puasa. Pun demikian halnya dengan anak-anak. Bahkan terkadang sudah sejak siang mengumpulkan apa saja yang ingin dimakan saat buka puasa nanti.
Demikian pula yang dulu saya lakukan saat masih kecil. Dengan adik dan saudara-saudara yang lain kami kumpulkan makanan dan minuman. Tiba saatnya berbuka, ah ternyata perut kecil kami tak mampu menampung semua itu. Ternyata hanya benar-benar lapar mata.
Usai buka puasa dan dilanjutkan dengan sholat maghrib, kami pun bersiap tuk pergi ke masjid raya dekat rumah kami. Ada keseruan dan kebahagiaan tersendiri bagi kami karena bisa berjumpa dengan kawan-kawan yang lain di masjid nanti.
Masjid kami saat itu keadaannya masih sangat sederhana. Bangunan permanen tembok hanya ada di bagian depan saja. Sementara untuk jamaah perempuan ada di belakang. Bangunannya masih sederhana. Berbentuk rumah pangung dari kayu.
Keisengan saya dan banyak kawan-kawan lainnya sering terjadi saat tarawih tiba. Diawal-awal sembahyang kami masih tertib. Masih ada rasa takut dengan guru ngaji dan imam masjid yang selalu memantau kami anak-anak kecil. 
Namun saat pertengahan tarawih tiba, kami mulai iseng. Termasuk saya tentunya. Kami akan turun ke bawah panggung. Dan sejurus kemudian menjahili yang tengah melaksanakan tarawih diatas kami. Dengan menggunakan rumput kami sering iseng. Biasanya yang menjadi target kami adalah teman-teman sepermainan sendiri. Tapi seringnya kami apes, bukan teman-teman yang kena, tapi justru Acil guru ngaji kami sendiri. Kebayang kan, apa yang kemudian terjadi pada kami...

Tantangan #Day2 #RWCODOP2020
#RWCODOP2020
#OneDayOnePost
#RWCDay2
#Ramadhan2020

Kamis, 23 April 2020

Tiada Kesan Tanpa Kehadirannya

Alhamdulillah, tahun ini masih diberi kesempatan menikmati ramadhan. Bulan penuh keberkahan yang tentunya pasti dinantikan oleh semua umat muslim. Bagaimana tidak, semua aktivitas kita bernilai ibadah dimata-Nya. Dan tentunya semua orang berlomba-lomba untuk bisa melaksanakan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya.

Tahun ini pun kali kesekian satelit kecil saya menunaikan ibadah puasanya. Masih seperti tahun-tahun yang lalu, kehebohan terus mewarnai. Puasa belum setengah hari pun, daftar permintaannya sudah dilontarkan. Tidak apa-apa, yang penting dia selalu semangat untuk menjalankannya.

Mendampingi anak-anak dimasa belajar mengenal puasa memang meninggalkan cerita dan kenangan tersendiri bagi para ibu. Dari cerita merajuk, drama, dan kehebohan-kehebohan lain akan selalu menjadi kenangan saat puasa seperti saat ini.

Tidak ada salahnya memenuhi apa yang jadi keinginan si kecil kan? Sepanjang memang tidak merepotkan dan tentunya ada budget untuk membelinya. Saya percaya, mungkin ceritanya saat ini kelak akan menjadi kenangan tersendiri bagi si kecil.

Apa sih yang dia minta hari ini? Sebenarnya bukan hal mewah yang ia minta. Namun hari ini saya agak sulit menerjemahkan apa yang diinginkannya. Karena ia sendiri tidak bisa secara jelas menyebutkan apa yang diinginkannya. Ternyata oh ternyata, gara-gara iklan khas ramadhan yang mulai berseliweran sejak beberapa waktu yang lalu.

Padahal untuk hal yang satu ini, Alhamdulillah selalu tersedia di lemari pendingan. Namun permintaanya hari ini ingin beli yang baru. Yang masih tersegel. Mungkijn sensasi membuka tutup botolnya itu yangs selalu ia nantikan. Ah, ada-ada saja keinginan bocah satu ini.. Okay lah boy, nanti kita beli ya...asal jangan sampai mau dibuka sekarang.

Sambil lalu pun dia berkata, “Iyalah..puasa kurang lengkap tanpa kehadirannya”...Walah..kok kayak kalimat yang biasa tertera di kartu undangan ulang tahun ya, hehehe...itu cerita saya pagi ini dengannya Bunda, apa cerita Bunda dengan si kecil hari ini?...

#Ramadhanpenuhcerita
#ydsfmalang
#RWCODOP
#Onedayonepost
#literasidigital

Rabu, 22 April 2020

Ramadhan Yang Tak Lagi Sama

Wabah pandemi Corona nyatanya meninggalkan jejak yang luar biasa. Semua leading sektor pun terkena imbas dari kedatangan tamu tak diundang ini. Bahkan urusan ibadah umat pun juga terkena imbas.
Ramadhan kali ini pun, tak lagi sama dari ramdhan-ramadhan sebelumnya. Tidak akan ada lagi shalat tarawih, tadarus di masjid, bahkan sampai acara buka puasa bersama. Tentu pro dan kontra akan kebijkaan yang diterapkan pun bermunculan.

Namun satu hal, kegiatan ibadah hakikatnya adalah komunikasi pribadi yang kita lakukan kepada sang Maha Khalik. Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap riitual yang biasa kita lakukan, tentu semua ini tak akan mengurangi nilai ibadah itu sendiri.

#Ramadhanpenuhcerita
#ydsfmalang
#RWCODOP
#Onedayonepost
#literasidigital

Bukankah Kalah Jadi Arang Menang Jadi Abu, Sia-Sia...


Menerima kehadiran orang lain dalam hidup kita itu tentu tidak mudah. Butuh ruang dan  waktu untuk bisa menjalaninya bersama. Menjalani dengan baik, bukan berarti dimaknai sesuatu yang tanpa masalah. Sebagai manusia biasa, tentu namanya masalah tidak akan pernah berhenti.
Kedewasaan bukanlah suatu hal sebatas teori semata. Lamanya saling penjajakan jauh sebelum terikat secara sah pun bukan jaminan akan langgengnya sebuah hubungan. Konon perbedaan umur yang banyak digaungkan oleh banyak awan pun tak dapat dibenarkan.
Permasalah, perbedaan adalah hal yang lumrah dan pasti terjadi. Lantas bagaimana sikap terbaik yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak peseteru? Tentu salah satu atau keduanay saling bisa menahan emosi. Menahan amarah sesaat yang acapkali sering berakhir dengan sebuha penyesalan.
Tidak mudah memang, namun bukan berarti suatu hal yang sulit untuk dicoba. Memang sekali lagi, butuuh ruang dan waktu. Apakah akan selalu berhasil? Tentu tidak juga jawabnnya. Bahkan dalam beberapa hal mungkin akan semakin runyam. Lalu bagaimana lagi?
Kalau saya pribadi selalu berprinsip satu hal. Apapun masalah yang kita hadapi saat itu, tidak harus selesai saat itu juga. Terkadang butuh waktu untuk menyendiri sebagai bagian dari introskpeksi diri. Perlukah kehadiran pihak lain dalam hal ini?
Semua kembali pada pribadi masing-masing. Saya percaya untuk hal-hal yang sifatnya pribadi tentu kita pnya batasan masing-masing. Tak perlu dibahas lebih lanjut, apalagi terkesan menggurui.
Sekarang kembali pada diri kita sendiri. Sejauh mana kita bisa menyikapi dengan semua persoalan yang ada. Hati boleh panas, tapi pikiran tetap jernih. Itu yang selalu petuah bijak dengungkan. Jadi, mengedepankan emosi semata tentu tiada akan ada gunananya. Bukankah kalah jadi arang,dan menang jadi abu? Sia-sia..

#kmp3
#feature
#kelasmenulisperpustakaan

Senin, 20 April 2020

Kartini Masa Kini

Perjuangan RA. Kartini sejatinya selalu hidup di hati semua perempuan Indonesia. Semangat perjuanagn dan kasih sayangnya begitu melekat terpatri dalam sanubari. Saat ini kita memang tidak lagi ikut berperang memanggul senjata. Saat ini kita pun tidak sedang berperang dengan negara manapun yang menguasai kedaulatan negeri ini.

Namun hari ini, kita masih ikut berjuang bersama-sama dengan keluarga kecil kita di rumah dan di sekolah. Apresiasi yang sangat mendalam untuk semua perjuangan kaum hawa di negeri ini. Nun jauh disana, masih banyak saudara-saudara kita yang masih berjuang dengan penuh kesabaran.
Mendampingi putera-puterinya yang mungkin sudah tak berayah lagi. Atau mungkin, hadirnya ia yang konon adalah tulang rusuk bagi pasangannya,harus berubah menjadi tulang punggung untuk keluarganya.

Semangat perjuangan perempuan Indonesia tak perlu lagi diragukan barang setitik pun.  Semangat juang Kartini akan selalu hadir dalam derap langkah Kartini-Kartini masa kini. Tetesan darah dan meregang nyawa sekalipun rela dikorbankan demi anak-anaknya.

Semoga kehadirannya yang selalu bak dian yang tak pernah padam mendapatkan tempat tersendiri bagi semua yang ada di sekelilingnya. Tetap menjadi sosok penerang dalam kegelapan. Hadirnya senantiasa menjadi pelita dalam gelap. Habislah gelap tuk menyosong terang bersama Kartini-Kartini masa kini.

#kmp3
#feature
#kelasmenulisperpustakaan

Jangan Sampai Orang Berfikir Lain Karena Busana Yang Kita Kenakan

Menjadi diri sendiri itu memang harus. Saya pun demikian halnya. Namun, sebagai orang yang juga tentunya dibekali dengan pendidikan, satu hal ini juga wajib kita perhatikan. Yang kita pakai hendaknya sesuai dan pantas dengan acara yang tengah kita ikuti.

Apakah salah kalau lantas ada orang lain yang kemudian berfikiran lain karena busana yang kita kenakan kurang tepat? Tidak ada yang salah dengan penilalain itu kan? Sah-sah saja saya kira jika sampai ada orang yang berfikiran lain tentang kita.

Siapa bilang lantas kita akan kehilangan identitas diri sendiri? Sama sekali tidak. Justru saya selalu berfikir, orang akan jauh lebih hormat dan santun dengan apa yang kita kenakan. Bukankah itu juga bagian dari upaya diri kita untuk ingin dihargai oleh orang lain.

Ups, jangan buru-buru memvonis gila hormat. Tentu sama sekali tidak. Tak perlu berfikir jauh-jauh tentang orang lain. Sekali lagi ini tentang diri kita sendiri. Jika kita saja belum bisa menghargai diri kita sendiri, bagaimana mungkin orang lain akan menghargai kita.

Pakaian seperti apa yang termasuk santun dan pantas. Mengenai kesantunan sudah barang tentu semua orang di negeri ini pasti punya standart kesantunan yang hampir sama. Lantas apa pula yang dimaksud dengan kepantasan? Tentunnya terkait kepantasan adalah di sesuaikan dengan acara dan waktu yang kita ikuti.

Jujur saya pribadi, saat mengikuti kegiiatan tertentu kemudian melihat tampilan seseorang  yang kurang pantas jadi meninggalkan kesan yang kurang baik. Rambut lusuh, gondrong, asesoris yang tidak pada tempatnya, pemilihan baju yang sembarangan, duh rasanya...nih orang sadar apa ga sih. Itu selalu yang pertama kali saya batin saat melihatnya.

Kalau saja kita bisa dan mau sedikit mengubah penampilan sesuai dengan tempat dan kondisinya, itu bukan buat siapa-siapa. Ya tentunya untuk orang itu sendiri. Apalagi kalau tempat yang kita kunjungi atau kegiatan yang kita ikuti ini terkait kegiatan keagamaan. Apakah memang begitu tampilan untuk menghadap-Nya?

#kmp3
#feature

Sabtu, 18 April 2020

Mendadak Master Chef


Kegiatan belajar di rumah dan work from home, nyatanya menumbuhkan bakat-bakat yang terpendam. Salah satunya adalah kegiatan masak memasak. Berada selama 24 jam penuh di rumah, tentu juga menuntut seorang ibu untuk selalu siap sedia menyiapkan makanan untuk seluruh anggota rumah. Terutama untuk anak-anak yang tak lagi bebas ruang geraknya.
Membuat makanan untuk anak-anak adalah kegiatan yang cukup menyenangkan. Walapun jujur bagi saya pribadi, kegiatan ini juga sekaligus mengasah mental. Bagaimana tidak? Makanan yang kita olah, secara jujur dan polos akan langsung mereka kurasi.
Anak-anak dengan segala kepolosan dan keluguannya, sudah barang tentu tidak akan berbohong. Enak dibilang enak, pun demikian jika sebaliknya. Bahkan, kala makanan yang kita sajikan tidak enak dimulut mereka, jangan harap makanan itu jadi dimakan.
Tapi, jangan hanya karena hal ini lantas kita jadi tak mau lagi masak ya. Dan pagi tadi, dua kudapan berhasil  saya buat bersama si kecil. Potato cheese ball dan pie susu mini. Apakah enak? Ga perlu tanya ke mereka. Yang  jelas, tak sedikitpun kedua kudapan itu bersisa. Sudah tahu kan apa artinya?

#kmp3
#feature
#kelasmenulisperpustakaan


Kamis, 16 April 2020

Panitia Penjaga Pintu Surga

Saling mengingatkan adalah hal wajib bagi sesama. Terutama itu yang saya pahami dari apa yang saya percayai. Namun adakalanya, penyampaian yang diberikan merupakan hal yang perlu juga kita pertimbangkan. Jangan sampai niat baik kita dalam menyampaikan suatu hal positif malah berujung pada kesalahpahaman dalam penerimaannya?

Pernah mengalami hal tersebut? Pernah menjadi sosok yang menerima nasihat yang diberikan? Saya percaya, niat baiknya dalam memberikan pesan dalam nasihat tersebut tentu baik. Tapi, sebagai mahluk yang tentunya sangat beragam sudut pandang yang kita miliki, baiknya perlu juga dipertimbangakan cara-cara penyampaiannya.

Laksana guru yang harus menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Tentu dengan keberagaman murid yang ada di kelas, hal ini pun perlu menjadi titik perhatian. Penyampaian yang baik, Insya Allah akan dapat diterima dengan baik pula. Sedangkan cara penyampaian yang kurang baik, malah berujung sebaliknya.

Kembali pada saling menasehati diantara sesama. Dan satu hal lagi yang selalu saya ingat adalah jangan samapai pesan yang kita berikan seakan menggurui. Segmen penerima yang kita berikan pun harus kita pahami. Terutama pada orang yang lebih tua dari kita. Memang pepatah bijak mengatakan, jangan dilihat siapa yang memberikan nasihat. Lihat saja apa yang disampaikannaya.

Pepatah bijak itu tidaklah salah, namun pada kenyataannya tidaklah semudah itu. Kesan menggurui itu harus kita jauhi. Selain tidak meninggalkan kesan menggurui adalah jangan dengan menggunakan ancaman. Jika tidak ini maka akan itu akibatnya. Saya paling tidak suka membaca atau mendengar nasihat dengan ancaman.

Jadi satu hal yang ada dalam benak saya. Apakah anda panitia penjaga pintu surga? Hingga seakan-akan apa yang disampaikan adalah dia sang penentunya. Sudah sangat merasa yakin, bahwa si pemberi nasihat adalah yang paling baik dan benar.

Setiap orang pasti punya kesalahan dan kekhilafan. Namun bukan berarti, kita berhak menjatuhkan vonis semena-mena. Jangan sampai nasihat yang kita berikan pada orang lain, seakan-akan kitalah yang paling baik. Yang sudah pasti masuk surga karena kitalah yang terbaik dari semua hal.

Jangan pula menggunjingkan kesalahan orang lain seakan-akan kita sendiri tak pernah berbuat salah. Dan jangan pula sering menyuarakan  semua kebaikan yang telah kita kerjakan. Mengapa tak kita sembunyikan kebaikan-kebaikan yang pernah kita lakukan, seperti halnya kita menyembunyikan aib kita sendiri. Jika surga saja masih belum jadi jaminan saya akan masuk kesana, buat apa saya harus menghujat dosa yang orang lain lakukan?

Satu hal yang selalu bersemayam dalam benak ini, apakah anda panitia pintu masuk surga?

#kmp3
#feature
#kelasmenulisperpustakaan

Rabu, 15 April 2020

Perlunya Literasi Kuliner

Tergelitik dengan trend minuman yang tengah viral belakangan ini.  Dan saya pun termasuk salah seorang penyuka kopi. Tapi mungkin sedikit berbeda dengan trend kopi yang marak belakangan ini.

Beberapa waktu lalu, memang saya juga termasuk salah seorang yang mencoba mempraktikannya. Sebagai seorang yang tidak terlalu mudah menerima perubahan rasa, tentu menjadi tantangan tersendiri. Apalagi dengan penggunaan susu dalam minuman tersebut, tentu juga menjadi catatan tersendiri.

Bagi saya, mengikuti trend sah-sah saja. Namun, ada baiknya, kita juga perlu mempelajari dan memahami dengan apa yang tengah ingin kita praktikkan. Dan tentunya, disesuaikan dengan kondisi badan masing-masing. Apakah jika kita mengkonsumsi makanan atau minuman baru tersebut akan baik-baik saja.

Perlu juga dipelajari, komposisi dari makanan/minuman tersebut. Jangan sampai ada efek lain yang mungkin bisa ditimbulkan. Sebagai salah seorang penikmat kopi, tentu ini menjadi referensi tersendiri. Melihat dari resep yang saya pelajari kemarin, bagi saya tidak cukup sulit dan sangat familiar dengan bahan yang digunakan.

Bagi penikmat yang lain,kalau boleh saling berbagi nasihat. Sekali lagi hendaknya disesuaikan dengan kondisi diri sendiri. Jadi teringat dari ilmu yang pernah saya pelajari dulu. Kebetulan, jenis kopi yang direkomendasikan dalam resep tersebut sudah saya kenal sejak kecil.

Kebetulan orang tua saya adalah sebagai salah satu konsumen setia merk kopi tersebut.  Dan yang saya ingat memang rasa dari kopi tersebut sedikit lebih asam dari kopi lainnya. Jadi teringat dulu saya pernah sedikit belajar tentang kopi. Yang saya pahami, kopi yang berkualitas bagus memang punya kadar asam yang sedikit lebih tinggi. Jadi bagi kita yang punya masalah dengan kondisi pencernaan terutama lambung hal ini perlu untuk dipertimbangkan.

Nah menurut saya inilah salah satu manfaat perlunya literasi tentang perkulineran. Jangan hanya karena sedang mengikuti trend yang ada, kesehatan jadi taruhannya. Yuk, sama-sama belajar...

#kmp3
#opini
#kelasmenulisperpustakaan

Saat Kita Hanya Fokus Pada Kekurangan

Sejatinya tiap anak dilahirkan dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Setiap anak dengan keistimewaannya masing-masing tidak mungkin kita simpulkan dengan satu standart yang sama.

Kelebihan pun kekurangan yang ada pada anak, baiknya disikapi dengan bijak oleh para orang tua. Ukuran pintar tidak hanya sekedar dari nilai-nilai kognitif yang tertera di raport. Tidak dipungkiri memang, siapa yang tak ingin cakap dan terampil dalam segi kognitif yang masih sering dielu-elukan kebanyakan orang.

Melabelkan sesuatu pada anak dengan label yang kurang baik bukanlah solusi yang tepat. Orang tua mungkin juga guru masih terfokus pada kekurangan yang ada pada anak. Kelebihan yang ada pada anak akhirnya tertutupi hanya karena ia tidak bisa memenuhi standart  kompetensi yang berlaku.

Belajar bisa menerima segala perbedaan pasti membutuhkan ruang dan waktu tersendiri. Tidak perlu terburu-buru dalam menjatuhkan vonis tertentu yang sejatinya kita sendiri masih banyak meraba. Jangan sampai hanya karena ketidaksabaran dan keegoisan sebagai orang tua, yang pada akhirnya justru memadamkan potensi tersembunyi yang ada pada anak.

Dalam proses pembelajaran, capaian hasil yang diperoleh anak pasti beragam. Mengingat kemampuan anakpun juga beragam. Tidak hanya berpatok pada satu acuan tertentu saja. Toh, anak juga sedang berproses. Nasibnya tidak melulu mutlak hanya ditentukan oleh capaiannya saat ini saja.

Tidak perlu terburu-buru untuk memaksa anak memahami dan mengerti apa yang kita ajarkan. Pun tak perlu buru-buru dalam menyimpulkan. Pelabelan tertentu pada anak, acapkali malah hanya melukai perasaan yang ada. Dan tidak jarang akan sangat membekas di hati dan pikiran anak.
Bukankah kita juga menyadari kalau kompetensi ikan pasti akan berbeda dengan kompetensi burung?

#kmp3
#feature
#kelasmenulisperpustakaan

Senin, 13 April 2020

Cerita Tentang KMP Batch 3 Perpustakaan Daerah Kab. Sukabumi

Kegiatan penulisan yang diselenggerkan oleh Perpustakaan Daerah Kabupaten Sukabumi masuk pertemuan ke-3. Masih dalam suasana work from home dan belajar dari rumah, kegiatan ini cukup memberikan warna untuk para guru yang mulai terbatas ruang dan geraknya.
Tak hanya diikuti oleh para guru, kegiatan bernama KMP Batch 3 ini juga diikuti oleh mahasiswa, wirausaha, dan ibu rumah tangga. Dipandu oleh Savitri Mutiara Agustine, pertemuan virtual ini selalu memberikan informasi terbaru untuk para pesertanya.
Tak dapat bertemu muka secara langsung, tak menghalangi para peserta untuk terus mengikuti kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh Perpustakaan Daerah Kabupaten Sukabumi. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi dewasa ini, pertemuan yang dilaksanakan setiap awal pekan ini cukup berjalan lancar.
“Alhamdulillah, dengan mengikuti kegiatan penulisan KMP ini, banyak manfaat yang saya dapatkan. Yang pertama tentang ilmu kepenulisan itu sendiri, kedua tentang teknis penulisan, dan yang ketiga buat saya pribadi banyak sekali kosakata-kosakata baru yang juga saya peroleh,”ungkap Utik Kaspani peserta penulisan dari MTs. Nurul Huda Palabuhanratu yang dihubungi Kontributor Pena Production melalui sambungan telepon, Senin (13/04).
Sementara itu Kak Ivieth sapaan akrab Savitri dalam sambungan yang sama, mengungkapkan,”Kegiatan ini sedikit dibuat berbeda dengan yang sudah sering kita temukan di kelas menulis lainnya, dengan harapan  efek yang dirasakan peserta cukup kuat melekat dan mampu berproses terus ke arah lebih baik,”ujarnya.
Masih menurut Ivieth pihaknya berharap bahwa,”Tidak hanya dari teori menulis, tapi KMP juga diharapkan mampu membangun mental para penulis menjadi sekokoh batu karang yang tahan badai, namun tetep memperhatikan setiap masukan berupa kritik atau saran, agar pondasi individu sebagai penulis menjadi lebih kuat,”imbuhnya.
Satu hal yang digaris bawahi oleh Ivieth adalah bahwa,”Tidak ada kata tidak mungkin, ketika setiap proses berusaha kita selesaikan. Atas izin Allah, semua maksud baik selalu ada jalan. Begitu juga KMP, mengajak seluruh pesertanya untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam bidang kepenulisan, melalui setiap tahapan yang sudah disiapkan, tentu secara flexibel juga, mengikuti arus selama pelatihan berjalan,”harapnya.

#KMP
#Berita
#Feature
#Opini
#KMP3tantangan2

Minggu, 12 April 2020

Aku Nyerah

Aku nyerah...aku pasrah.. Mau tahu seperti apa rasanya menyerah kalah sebelum berperang? Sakit...sangat sakit, bahkan teramat sakit. Tapi aku sadar, aku tak bisa memaksakan keinginanku.
Tak mudah bagiku untuk merangkaimu wahai fiksi. Tak cukup nyali dan diksi yang kupunya tuk mengejamu. Tapi, apa aku kan selalu akan menyerah? Tentu tidak. Tapi setidaknya, beri aku waktu.
Waktu? Pasti kata itu akan kembali kau pertanyakan. Ya Waktu..sekalipun aku tak tahu sampai kapan waktu itu bisa aku tentukan. Tapi percayalah, aku akan berusaha. Karena apa...karena memang kau layak untuk diperjuangkan.
Untuk bisa mendekati dan selalu ada disampingmu itu tak mudah. Jadi memang kau sangat layak untuk diperjuangkan. Masihkah kau tak percaya..Aku tak akan menyalahkanmu. Karena belum satupun yang bisa kubuktikan untukmu. Ya...betul, betul yang kau bilang. Bualan...aku tak akan mengelak dan menampik ucapan itu. Tapi, percayalah...kau memang layak tuk diperjuangkan.
Sekalipun kali ini, aku menyerah. Menyerah sebelum berperang. Tapi jangan khawatir. Aku akan tetap berjuang, bangkit dalam keterpurukan dalam melawan kekalahan tanpa perjuangan...
#edisimenyerahtakbisanulisfiksi

Sabtu, 11 April 2020

Merenda Asa Dari Selembar Kertas

Mejadi guru di sebuah madrasah yang berada di pinggiran kota kabupaten tentu banyak memberikan cerita-cerita tersendiri yang penuh warna. Anak-anak diusia yang tak ingin lagi disebut dengan anak-anak, tapi juga belum dewasa. Layaknya remaja pada umumnya, fase ini tentu sedikit banyak penuh akan kepelikan masalah yang tengah mereka hadapi. Butuh pengakuan dan diterima diantara sesama dan identitas jati diri merupakan hal penting yang biasanya menjadi permasalahan mereka.
Kondisi murid-murid penulis memang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan kondisi murid-murid yang ada di wilayah kota Palabuhan ratu. Anak-anak umumnya sangat kental dengan pendidikan agama yang sudah mereka dapatkan sejak kecil. Aktivitas dimulai dari pagi ke sekolah seperti biasa, dan pulang dilanjut dengan kegiatan sekolah agama juga membantu orang tua. Hal semacam ini telah mereka lakukan semenjak kecil.
Diusia yang tengah beranjak dewasa, tentu sedikit banyak mulai merubah pola pikir dan tindakan yang mereka lakukan. Mulai berbaur dengan kalangan yang lebih luas, dan juga berinteraksi dengan berbagai macam guru yang ada di sekolah. Tentu hal ini sedikit berbeda ketika mereka masih ada di bangku sekolah dasar.
Penulis memang bukanlah sebagai guru BK ataupun wali kelas yang membimbing mereka secara intens. Penulis hanyalah seorang guru mata pelajaran saja. Namun dari pengamatan yang penulis lakukan, banyak anak-anak yang sepertinya tengah menyimpan prahara pelik tentang permasalahan yang tengah mereka hadapi.
Tidak ingin anak-anak salah dalam melangkah, ada satu hal yang dapat penulis lakukan sebagai seorang guru. Karena penulis berkeyakinan, sekalipun penulis bukanlah guru BK atau wali kelas mereka, tanggung jawab tetaplah sama. Bagi penulis, wali kelas hanyalah sebatas urusasn administrasi semata. Tetapi tangung jawab adalah milik bersama.
Dari beberapa hal yang penulis temuai di lapangan, terutama hasil klarifikasi dari orang tua, ada dua hal yang dapat penulis tarik sebagai sumber penyebab berkurangnya kedekatan hubungan antara anak dan orang tuanya. Yang pertama kesibukan orang tua dalam menacari nafkah, dan yang kedua anggapan anak-anak telah mandiri dan besar hingga tak perlu lagi perhatian yang intens dari orang tua.
Kondisi anak-anak yang penulis pahami adalah mereka sebagian besar tidak dekat dengan orang tuanya. Merasa anak sudah besar biasanya orang tua cenderung tidak sedekat lagi ketika anak-anak masih balita. Padahal sesungguhnya tetap saja sama. Justru kekhawatiran untuk anak-anak yang mulai beranjak gede ini semakin mengkhawatirkan.
Belum lagi alasan kesibukan orang tua yang acap kali penulis dengar. Dengan kesibukan yang mereka geluti dan dengan pemikiran anak-anak yang sudah tak perlu diawasi secara intens lagi justru membuat hubungan anak dan orang tua cenderung menjadi merenggang.
Akibat hubungan dengan orang tua yang cenderung tidak dekat, maka anak mencari sumber lain yang dirasa dapat membuatnya nyaman, dan bisa menerima dirinya dengan utuh. Maka selain orang yang paling memungkinkan adalah teman-teman sebayanya, utamanya yang ada di sekolah. Bukan tidak boleh, namun apabila anak sudah lebih percaya pada teman-temannya yang relatif seusia, maka kesenjangan bisa jadi makin bertambah.
Baik orang tua dan pihak anak hendaknya, sama-sama bertemu di tengah. Untuk dapat menyemakan pandangan, demi membina hubungan yang lebih baik. Menjadi orang tua kedua bagi anak-anak di sekolah sedikit banyak merupakan guru terbaik bagi penulis. Kembali belajar menyelami masa remaja kids jaman now, dan segala seluk beluk masalah yang tengah mereka hadapi.
Hal yang bisa penulis lakukan untuk membantu anak-anak yang tengah mempunyai masalah adalah salah satunya dengan berkomunikasi. Namun kenyataannya, tidak semua anak dapat mengungkapkan perasaan yang tengah dirasakannya dengan kata-kata yang langsung keluar dari mulut mereka.
Menuliskan surat buat guru pembimbing tentang suasana hati mereka pagi itu (alternatif menggali permasalahan yang terjadi juga sebagai sarana untuk membuka komunikasi dengan anak yang tidak selalu bisa secara  gamblang mengungkapkan permasalahannya)
Setelah membaca coretan hati mereka, selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis tingkat masalah yang dihadapai para siswa. Memilah dan memilih dalam skala prioritas, mana hal yang harus terlebih dahulu untuk diselesaikan, membantu menyelesaikan lebih tepatnya. Karena segala hal, tentu mereka sendirilah yang akan menyelesaikannya.
Setelah mempelajari masalah-masalah yang dianggap penting, langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah mengajak bicara. Tentu dalam susasana dan waktu yang tepat pula. Jangan sampai, keinginan kita selaku guru yang akan membantu menyelesaikan atau mengurai masalah yang tengah mereka hadapi justru semakin membuat runyam keadaan.
Mendengarkan, tidak memotong pembicaraannya kecuali pihak anak yang meminta pendapat, dan tidak menggurui bahkan memarahinya adalah langkah tepat yang dapat kita lakukan untuk membangun tingkat kepercayaan pada anak. Setelah semua rangkaian proses kita jalani, baru bersama-sama mencari solusi alternatif atas permasalahan yang tengah mereka hadapi.
Biasanya penulis pun akan terlebih dahulu membuat sebuah kesepatan. Kesepakatan yang penulis maksud antara lain, tidak akan memaksa anak untuk menuruti semua yang akan penulis sampaikan dalam upaya membantu menyelesaikan permasalahannya. Hal ini semata penulis lakuakan demi menjaga tingkat kepercayaan anak.
Biasanya dengan tahapan yang penulis lakukan, justru anak akan dengan sendirinya meminta saran dan gambaran tentang apa saja yang harus mereka lakukan. Mencoba menempatkan diri dalam posisi menjadi anak. Toh..dalam hal ini tentu guru telah pernah memasuki fase ini.
Dari apa yang telah penulis lakukan memang bukanlah jaminan anak akan secara gamblang dapat menyelesaikan masalah yang tengah dihadapinya. Namun setidaknya, kehadiran guru sebagai orang tua kedua di madrasah telah dapat menggantikam posisi guru sebagai orang tua kedua bagi anak.
Penulis tidak ingin mengambil resiko untuk kehilangan kepercayaan dari anak. Beberapa kasus pernah penulis tangani sendiri tanpa melibatkan pihak manapun. Tentu hal ini mempunyai sisi kurang dan lebihnya sendiri.

Dengan adanya komunikasi yang penulis bangun, setidaknya ada beberapa hal yang dapat penulis catat. Diantaranya :
Dengan adanya gaya Anak setidaknya bisa menumpahkan uneg-uneg
yang dialaminya.
Ada tempat untuk anak-anak berbagi suka dan terutama duka atas
permasalahn yang tengah dialaminya.
Ada orang yang dapat dipercaya oleh anak terutama di lingkungan
sekolah sebagai rumah kedua dan orang tua kedua bagi anak.
Wujud upaya nyata dalam menerjemahkan madrasah ramah anak,
mengacu pada kaidah sekolah/madrsah yang ramah anak (Bersinar (bersih,
sehat, indah/inklusif, aman/nyaman, ramah).

Anak merasa nyaman dan aman  berada di sekolah.
Anak tidak merasa sendiri dengan permasalahan yang dihadapinya.

Dan beberapa hal terkait dengan kondisi anak-anak apabila mereka tengah dirundung masalah adanya keinginan untuk :
Tidak ingin dibanding-bandingkan dengan anak yang lain, dengan
sadaranya sekalipun.
Memahami posisi anak yang memang ada dalam kesulitan/kesalahan,
 untuk tidak makin diungkit kesulitan /kesalahannya.
Ingin didengar semua apa yang mereka katakan.
Mereka juga tengah belajar memahami apa yang orang tua inginkan.
Mereka paham, pola pikir mereka masih dalam proses, sehingga tidak
ingin orag tua menuntut mereka berfikir layaknya seperti orang dewasa
yang telah matang pola pikirnya.

Mereka sangat paham, bahwa saat ini mereka masih dalam proses mencari jati diri. Butuh kawalan dan bimbingan yang menyejukkan, bukan sekedar menuntut, memarahi, apalagi memahami tanpa ada role model yang baik. Tentu dalam hal ini, peran oranng tua dan guru yang merupakaan role model yang mereka harapakan.
Semoga dengan segala pendekatan yang dapat penulis dan para guru lainnya yang telah dilakukan, dapat membantu anak dalam upaya menyelesaikan/menguarai masalah yang tengah mereka hadapi. Tanpa mengurangi rasa hormat, bagi penulis peran wali kelas bagi penulis adalah hanya sebatas peran administrasi saja. Tetap tanggung jawab moral ada pada pundak semua guru, termasuk keberadaan guru BK yang ada di sekolah.
Tidak ada maksud untuk mencampuri ranah pekerjaan ataupun ranah garapan bidang lain, semata-mata dilakukan atas nama panggilan hati dan jiwa selaku pendidik dan pengajar. Berharap tak ada ada lagi anak yang salah jalan dan salah kaprah dalam menyikapi persoalan yang ada. Sejatinya baik guru, orang tua dan siswa/anak tersediri adalah pembelajar sepanjang hayat. Tak ada batasan waktu untuk tidak belajar.

Kamis, 09 April 2020

Boleh Sepakat Untuk Tidak Sepakat

Merdeka belajar ramai terdengar sejak mulainya Mas Menteri ada dalam jajaran kabinet. Pemahaman tentang merdeka belajar yang digaungkan oleh Mas Menteri pun saya coba resapi dan perlahan untuk saya mengerti. Ibaratnya seorang murid, tetap saya butuh seorang guru untuk membantu saya menerjemahkan makna merdeka belajar yang seperti diinginkan oleh Mas Menteri.
Sebagai seorang yang sedikit mengalami hambatan  slow learner, saya akui saya tidak bisa memahami sesuatu secepat orang lain bisa yang lakukan. Untuk saya, terkadang butuh tiga empat kali penjelasan, baru saya akan mulai memahaminya. Sekalai lagi, mulai memahaminya..
Sebelumnya saya jadi bertanya-tanya dengan adanya kalimat tersebut diatas. Walaupun mungkin, pemahaman dari makna tersebut akan sedikit berbeda dengan apa yang saya maksud. Dalam benak saya tetiba muncul sebuah kalimat tanya, “Apakah selama ini kita ngajar merasa tidak merdeka? Apa makna meredeka yang diinginkan dalam belajar?
Setidaknya dua kaiamat itu yang tiba-tiba ada dalam benak saya. Sekali lagi, walau mungkin dalam konteks pehaman yang berbeda. Dan pada kesempatan kali in., saya ingin membagi makna meredeka belajar yang saya pahami.
Takaran makna merdeka mungkin bagi setiap orang juga kan relatif. Tergantung dari sudut pandang dan persepsi mana yang digunakan. Sejauh ini, saya...memahami makna merdeka belajar dari kesejahteraan guru.
Mungkin apa yang saya ungkapkan barusan diatas terkesan dangkal, sempit dan ntah mungkin akan ada sejuta istilah serupa yang intinya tidak sama dengan apa yang saya maksudkan.
Merdeka yang saya maksudkan disini memang cukup dangkal. Tidak salah bagi yang mungkin menjudge seperti itu. Merdeka yang saya maksud baru sejauh urusan perut. Bagaimana seorang guru akan merasa merdeka dalam belajar, sedangkan untuk urusan perut saja masih menjadi hal terbesar yang ia pikirkan.
Terutama bagi para guru yang masih berstatus sebagai honorer. Tentu saya tidak akan membahas persoalan secara terperinci tentang jumlahan yang diterima. Sudah menjadi rahasia umum, kalau pendapatan seorang guru, terutama guru honorer itu tidaklah besar (baca : layak). Bahkan anak kecil sekalpin sudah paham akan hal ini. Maka tak jarang kalau ada yang ditanya apakah ada yang mau jadi guru, serentak menjawab tidak. Lagi-lagi karena alasan finasial.
Naif..sempit..dangkal...apa yang saya paparkan. Mungkin sebagaian akan berpendapat seperti itu. Namun itulah yang saya maknai dari makna merdeka. Guru-guru belum merasa merdeka belajar, masih terbelunggu dalam urusan dapur yang masih terus dipertanyakan aktifitas ngebulnya asap dapur.
Tapi apapun kondisi yang ada saat ini, yang saya amati tetap saja guru-guru selalu penuh semangat dalam mengajar. Tentu saja ini dedikasi yang luar biasa bukan. Jangan buru-buru menjudge naif dan sebagainya. Apalagi jika kita tak berada dalam posisi mereka.
Makna merdeka belajar yang dimiliki oleh setiap orang boleh beragam kan. Tergantung dari sudut pandang dan persepsi yang digunakan. Bukankah kita boleh sepakat untuk tidak sepakat? Dan jangan pula katakan, siapa suruh jadi guru? Yuk, sama-sama belajar...

Hanya Sekedar Gaya

PJJ yang marak belakangan ini, semenjak datangnya tamu tak diundang menjadikan gawai menjadi barang yang paling diburu. Selain alasan kepraktisan, dan karena gawai juga hampir semua orang saat ini sudah memilikinya.
Pun demikian halnya, dengan yang saya alami. Mencoba PJJ dengan memanfaatkan gawai yang ada awalnya terbayang kemudahan dan kepraktisan yang akan saya dapatkan. Tapi apakah seperti itu adanya?
Sama sekali tidak. Secara kekinian, jenis gawai yang mereka miliki jauh lebih bagus dan lebih terbaru dari yang dimiliki oleh bapak ibu gurunya. Tapi nyatanya, gawai keluaran terbaru yang mereka miliki sekalipun hanya sebatas untuk bergaya.
Sekedar untuk ber-swafoto, update status di media sosial dan sekedar untuk alat komunikasi yang sifatnya standart/dasar (WA, VC, telepon). Tak lebih dari itu. Dan ketika dicoba untuk berkenalan dengan fitur baru yang mungkin baru sekarang mereka kenal dan pahami, tidak semua lantas antusias untuk mengetahuinya.
Persoalan sulitnya jaringan dan ketiadaan kuota itu menjadi cerita lain lagi. Dan tentunya bagi mereka yang tidak punya gawai, atau hanya yang menggunakan gawai milik orang tua tentu menjadi cerita lain tersendiri.
Layaknya sebuah pembelajaran, harus adanya refleksi. Dan pada kesempatan kali ini, merupakan refleksi PJJ yang saya lakukan selama kurang lebih tiga minggu ini. Tentu kesimpulannya tidaklah maximal. Bagaimana dengan cerita di tempat Bapak Ibu Guru lainnya?

Rabu, 08 April 2020

Ini Refleksi PJJ Ku, Mana Refkesi PJJ Mu?

Sudah masuk minggu ketiga kita menjalani masa belajar di rumah. Siap tidak siap, nyatanya memang hal itu harus kita jalani saat ini. Termasuk juga dengan guru, yang tiba-tiba harus semua secara virtual melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Layaknya sebuah pembalajaran biasa, tentu kita juga butuh refleksi. Sebagai bahan evaluasi dan perbaikan kedepannya lagi. Apakah pembelajaran yang sudah kita lakukan selama kurang lebih tiga minggu ini dapat dikatakan berjalan dengan baik atau tidak. Sejauh mana efektifitas dan tingkat keberhasilan dari PJJ yang kita lakukan.
Juga perlu digali apa suka-duka yang kita alami selama PJJ berlangsung. Tentu semua bukan semata hanya sebagai ajang curhat saja. Tapi lebih pada sebuah upaya untuk perbaikan kedepannya.
Yang saya alami, ternyata cukup mencengangkan. Atau jangan-jangan diluar sana banyak juga para guru yang mengalami hal serupa seperti yang juga saya alami.
Beberapa hal yang saya temui selama berlangsungnya PJJ adalah sebagai berikut:
1. Dalam PJJ, laptop, gawai adalah sarana teknologi informasi yang paling dibutuhkan. Nyatanya, tidak semua murid saya mempunyai kedua jenis barang tersebut. Walaupun mungkin, saat ini gawai bukan lagi barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh segelintir orang saja.
2. Adapun anak-anak yang memiliki gawai, bahkan gawai mereka seri keluaran terbaru yang jauh lebih bagus daripada milik bapak ibu gurunya. Nyatanya penggunaan gawai yang mereka miliki hanya sebatas mengikuti mode saja.
3. Penggunaan gawai yang mereka miliki sebatas untuk berswa foto, dan bermedia sosial lannya. Disamping tentu sebagai alat komunikasi yang utama.
4. Banyak fitur-fitur dasar yang mereka belum pahami. Misalnya bagaimana cara membuka sebuah dokumen baik itu berupa dokumen word, exel, maupun ppt.
5. Dalam satu kelas yang berisi kurang lebih 32 anak, hanya sekitar 10 anak yang memiiki gawai. Dan dari 10 anak tersebut, hanya 3-4 anak yang aktif mengikuti.
6. Dari anak-anak yang punya gawai, masalah belum berakhir sampai disana. Anak-anak yang punya gawai sekalipun, punya kendala keterbatasan kuota. Selain jaringan yang juga menjadi kendala utama. Maklum saja, lokasi sebaran tempat tinggal anak-anak dibawah gunung.
Itulah sekelumit refleksi yang bisa saya sampaikan dalam masa kurang lebih tiga minggu belakangan ini. Jujur, sangat jauh dari harapan dan bayangan semula. Semula saya membayangkan, cukup dengan moda WA grup yang kami miliki semua keraguan dapat tertasi. Nyatanya tidak semudah apa yang saya bayangkan.
Tapi tak perlu berputus asa. Walau masih jauh dari apa yang diharapkan, setidaknya kini mereka mulai mengenal fitur-fitur lain yang ada dalam gawai mereka. Penggunaan gawai yang mereka miliki tak hanya sebatas untuk berswafoto ataupun bermedia sosial lainnya saja.
Semoga hikmah pendemi Corana yang tengah melanda seluruh dunia ini menjadikan manfaat juga bagi anak-anak. Anak-anak dan gurunya dapat lebih bisa belajar mengenal teknologi informasi dengan lebih baik.

Minggu, 05 April 2020

Niat Ga Sih?


Menulis...merangkai kata? Sesuatu yang dulu pernah sangat saya hindari, bahkan sedikit membuat saya alergi dan sangat tidak ingin menyentuhnya. Tapi anehnya saat itu, saya tidak lantas berjauhan dengan seluk-beluk penulisan. Tetap berada dalam komunitas yang sama sekali hanya saya nikmati tanpa ikutan menulis.
Sungguh kelakuan yang aneh kalau saya ingat-ingat lagi saat ini. Memberanikan diri masuk dalam sebuah komunitas yang sama sekali tidak saya minati. Dan lebih anehnya lagi, berada dalam komunitas itu saya betah. Bukandalam hitungan satu dua hari, bahkan terbilang tahunan. Jujur memang saat itu ada hal lain yang menjadi motivasi saya mengapa menceburkan diri walau tak ingin basah.
Ada hal lain yang sangat ingin saya pelajari saat itu. Dan tentunya iklim kekeluargaan yang menurut saya siapa pun pasti ingin masuk kedalam komunitas ini. Mengapa tak jua saya menulis saat itu? Secara teoritis sebenarnya sudah sangat mumpuni untuk bisa menulis.
Teori dan terpaan oleh senoir-senior yang rutin diberikan sebenarnya sudah lumayan cukup untuk mulai menulis. Namun sekali lagi, niat dan tekadnya belumlah bulat. Akhirnya saat itu saya lebih memilih fotografi dan mulai mengenal dunia kehumasan.
Menulis memang tidaklah cukup hanya dengan bekal pengetahuan dan teori saja. Pun demikian dengan halnya yang bernama bakat. Bagi saya, menulis bukanlah sebuah bakat yang diturunkan atau diwariskan. Menulis adalah sebuah keinginan dan kemauan yang harus diwujudkan nyata. Bukan hanya sekedar impian-impian seperti yang dulu pernah saya lakukan.
Impian-impian saja, tanpa adanya aksi nyata sama dengan bualan. Lantas apakah saat ini saya sudah merasa bisa dalam menulis? Jawabannya sederhana. Masih tetap belum bisa.
Saya menyadari, tulisan saya belumlah baik. Masih banyak tata bahasa dan teknik penulisan yang masih saya langgar. Pun demikian halnya dengan teori-toeri yang saat ini berkembang pesat tentu tak lagi belum bisa saya ikuti semua.
Lantas apa bedanya dengan pengalaman saya di masa yang lampau? Sangat berbeda tentunya. Dulu saya hanya sebatas mimpi. Sebatas angan-angan ingin nulis tanpa adanya aksi nyata. Tak satu kalimatpun saya buat. Tapi sekarang, mulai mencoba untuk menulis.
Apakah susah...apakah menyenangkan? Coba sendiri deh, hati-hati, menulis bisa buat jatuh cinta lho..

Sabtu, 04 April 2020

Benarkah Satu Warga Yang Meninggal Karena Corona?


Kemarin seketika gempar dengan pemberitaan salah seorang warga di kota kami. Dalam pemberitaan yang beredar, warga yang meninggal dunia disinyalir terpapar virus yang sangat menakutkan itu. Tak ayal lagi, pagi-pagi semua grup WA dan media sosial lainnya penuh dengan pemberitaan yang sama. Pun demikian halnya dengan percakapan di grup WA.
Nyatanya jika ada kejadian yang meninggal, dan itu ada di dekat kami tinggal pasti membuat gempar dan tentunya sangat menakutkan. Walau kematian adalah suatu hal keniscayaan, tetap saja bagi sebagian orang kematian menajadi sebuah misteri yang menakutkan. Apalagi saat ini tengah ramai wabah sang virus.
Namun dari kondisi yang lumayan mencekam ini, nyatanya warga di kota kami masih relatif tidak jauh berbeda dengan hari-hari biasa. Lalu lalang jalan memang sedikit berkurang, namun menurut saya semata hanya karena tidak adanya kegiatan belajar mengajar di sekolah. Selebihnya, tempat-tempat publik lainnya masih relatif ramai.
Kesadaran warga memang tentu tidak seragam. Apalagi jika dalih ekonomi dan urusan perut yang menjadi alasan utama mereka untuk mengurangi kegiatan berkerumun dengan masa, tentu menjadi alasan yang sangat sulit. Tidak dipungkiri memang, sebagian besar mata pencaharian warga di kota saya sebagai pedagang, nelayan dan jenis wirausaha lainnya.
Jika mereka tidak berusaha hari ini, apa yang akan menjadi bekal mereka untuk tetap menjamin asap dapur tetap ngebul. Kembali pada berita yang tadi pagi merebak. Berbagai macam pendapatpun akhirnya bermunculan. Intinya ada dua. Satu berusaha meramaikan dengan cera membagikan, dan yang kedua berusaha untuk menutupi dengan tidak ikut-ikutan menyebarluaskan.
Bagi yang menutupi dengan tidak ikut-ikutan menyebarluaskan, secara garis besar dengan alasan menjaga perasaan keluarga almarhum. Sedangkan yang kedua, yang berusaha menyebarkan, bermaksud untuk memberikan peringatan pada warga untuk lebih waspada. Saya yakin, tentu keduanya punya masud dan tujuan baik tertentu.
Perbincangan tentang berita kematian pagi tadi masih juga menjadi topik hangat di berbagai WA grup yang saya miliki. Sampai pada sore menjelang muncullah berita tentang hasil pemerikasaan rumah sakit berwenang. Dalam keterangan yang diberikan, ternyata warga yang diduga positif mengindap Covid 19 ternyata tidaklah benar. Seketika lambat laun, mereda juga pembicaraan tentang hal tersebut.

Bagaimana Menerjemahkan Makna Inklusifitas Dalam Hidup Keseharian?


Dalam keseharian di sekolah, tentu beragam warna dalam kehidupan hadir menemani tumbuh dan kembangnya anak-anak di sekolah. Termasuk juga pasti mewarnai kehidupan para gurunya tanpa terkecuali. Sekolah sebagai rumah kedua baik bagi para siswa maupun guru-guru selaku pengajarnya, sudah barang tentu juga akan memberikan suasana yang pasti akan berbeda dengan rumah utama mereka.
Keberagaman yang berasal dari banyak hal yang bermula dari masing-masing keluarga akan membaur menjadi satu dalam keluarga besar rumah kedua yaitu sekolah. Dan tentunya, penulis yang berperan selaku pengajar, juga mendapatkan banyak hal dalam pengalaman dan cerita seru dan menarik yang senantiasa hadir dan terjadi setiap saat dan setiap waktu. Tidak saja para siswa yang mendapatkan pembelajaran ini, namun juga kami para pengajar, khususnya penulis sangat merasa sekolah sebagai laboratorium alami yang merupakan gudangnya ilmu pengetahuan.
Terhitung sejak medio Januari 2017 silam, Kementarian Agama Kabupaten Sukabumi telah mendeklarasikan diri menjadi salah satu lemabaga pendidikan yang concern terhadap pendidikan inklusi. Pendidikan yang mengakomodir semua murid tanpa terkecuali. Termasuk anak-anak istimewa dengan segala kebutuhan khususnya.
Pendidikan inklusif yang tengah dinisiasi dan digaungkan dalam wadah pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama, bagi penulis tidak hanya sebatas dari bentuk layanan pendidikannya saja yang inklusif. Makna inklusif yang penulis maknai tentu memiliki spektrum yang lebih luas. Tidak hanya sebatas model lalayanan pendidikan dan terget layanan inklusifitas.
Hakikatknya kita sebagai individu sudah pasti berbeda. Begitu banyak perbedaan dan ketidak seragaman yang ada, penulis maknai sebagai keagungan Yang Maha Kuasa. Sebagai bukti nyata, betapa Allah begitu Maha Kaya dan begitu Maha Hebat hingga dapat menyajikan keberagaman yang tak terhitung jumlahnya. Lalu apakah dengan banyaknya keberagaman yang tersaji di depan mata kita, lantas apa yang harus kita lakukan?
Sebagai seorang pribadi yang masih terus belajar, tentu keberagaman yang penulis hadapi saat ini juga merupakan salah satu kurikulum nyata yang juga harus dipahami secara nyata. Salah satu upaya untuk memaknai inklusifitas dalam kehidupan sehati-hari khususnya saat berada disekolah, penulis punya bebrapa cara diantaranya dengan cara belajar open mind .
Open mind yang penulis maksud disini adalah, kemampuan dan kemauan dari diri kita pribadi untuk bisa dan mau menerima adanya perbedaan dengan yang lain. Dalam hal ini tentu saja bisa dengan rekan sejawat, pun juga dengan para siswa. Menyadari bahwa masing-masing diri pribadi kita adalah sosok pribadi unik dan punya sisi menarik masing-masing yang tidak mungkin untuk diseragamkan.
 Hal selanjutnya yang harus selalu kita pahami dan pelajari adalah, kemauan untuk  mengakui kelebihan orang lain. Tuhan pasti telah menciptakan setiap individu hambanya dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dari setiap keunikan individu ini, sebaiknya tidak dijadikan sebuah persoalan yang tidak menghasilkan manfaat apapun juga.
Perbedaan yang ada, termasuk kelebihan yang dimilik oleh orang lain, sebaiknya dapat kita akui dan hargai dengan baik. Tidak perlu merasa lebih terungguli, takut merasa menjadi saingan dan sebagainya. Hala-hal negatif yang sama sekali tidak membawa nilai kebaikan, hendaknya jangan dipelihara.
Satu hal penting lainnya yang senantiasa kita jaga adlaah, dengan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Hal ini dapat kita maknai baik memaksakan kehendak yang bersifat pemikiran, maupun perbuatan. Cukup dengan rasa tenggang rasa dan sifat mau menghargai perbedaan yang ada, semoga semangat inklusifitas yang kita tumbuh dan kembangkan dapat terus bersemayam di lingkungan sekolah kita.
Adanya keberagaman dan perbedaan yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari tentu sedikitnya menimbulkan permasalahan. Tidak perlu membesar-besarkan masalah terkait yang namanya perbedaan, namun cukup menyikapinya dengan sikap dewasa dan bijak.
Lantas dari mana keberhasilan memaknai prinsip inklusifitas dapat dikatakan berhasil? Tentu harus ada pihak luar yang dapat memberikan nilai dalam hal ini. Butuh waktu dalam berproses untuk dapat menerjemahkan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.  Dalam peralanan menerjem,hkan prinsip inklusifitas ini, tentu tidaklah mudah, namun bukan berarti sesuatu yang tak dapat dicoba.
Dan tentunya sebagai seorang guru dalam menjalani profesi mulia ini, dan sebagai seorang pribadi, memaknai prinsif inklusifitas semoga tidak saja hanya sekedar pemanis bibir atau slogan semata. Semoga kita dapat sama-sama saling bahu membahu berkolaborasi dalam memaknai inklusifitas yang ada. Jangan sampai niat luhur dan mulia ini hanya berakhir menjadi sebuah slogan semata.
Perbedaan yang kita hadapi dan kita temui setiap hari, hendaknya mampu menjadi sarana untuk dapat mendewasakan diri secara elegan. Bukankah memang pada fitrahnya kita setiap insan adalah berbeda. Bukankah pelangi nampak indah karena perbedaan warna yang disuguhkannya?
Banyak hal baru yang harus penulis pelajari dalam kurun waktu bersama  dengan dunia humas. Sebenarnya bukanlah hal baru yang penulis kenal tentang dunia kehumasan ini. Namun tetap saja tersa baru dan berbeda setalah sekian lama tak menyentuh dan berkecimpung di dalamnya. Lagi-lagi pengalaman di masa lalu ternyata baru terasa manfaatnya di waktu beberapa waktu kemudian.
Pernah mengenal dunia kehumasan saat masih menjadi seoarng mahasisiwa di kampus tercinta Univ, Jember. Bahkan penulis sempat dan terbilang lumayan sering mengikuti beberapa pelatihan dan short course yang diadakan oleh pihak universitas.
Namun dari pelatihan–pelatihan yang pernah penulis ikuti dan jalani, apakah lanatas memebuat semua itu terasa mudah layaknya kita berjalan dan menyusuri jalan tol? Tentu tidak.




Belajar Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik

#KMP3 Ramadhan baru saja usai. Seiring gema takbir yang berkumandang. Nuansa bahagia menyambut hari yang fitri. Berbagai penganan pun dihi...