Rabu, 08 April 2020

Ini Refleksi PJJ Ku, Mana Refkesi PJJ Mu?

Sudah masuk minggu ketiga kita menjalani masa belajar di rumah. Siap tidak siap, nyatanya memang hal itu harus kita jalani saat ini. Termasuk juga dengan guru, yang tiba-tiba harus semua secara virtual melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Layaknya sebuah pembalajaran biasa, tentu kita juga butuh refleksi. Sebagai bahan evaluasi dan perbaikan kedepannya lagi. Apakah pembelajaran yang sudah kita lakukan selama kurang lebih tiga minggu ini dapat dikatakan berjalan dengan baik atau tidak. Sejauh mana efektifitas dan tingkat keberhasilan dari PJJ yang kita lakukan.
Juga perlu digali apa suka-duka yang kita alami selama PJJ berlangsung. Tentu semua bukan semata hanya sebagai ajang curhat saja. Tapi lebih pada sebuah upaya untuk perbaikan kedepannya.
Yang saya alami, ternyata cukup mencengangkan. Atau jangan-jangan diluar sana banyak juga para guru yang mengalami hal serupa seperti yang juga saya alami.
Beberapa hal yang saya temui selama berlangsungnya PJJ adalah sebagai berikut:
1. Dalam PJJ, laptop, gawai adalah sarana teknologi informasi yang paling dibutuhkan. Nyatanya, tidak semua murid saya mempunyai kedua jenis barang tersebut. Walaupun mungkin, saat ini gawai bukan lagi barang mewah yang hanya bisa dimiliki oleh segelintir orang saja.
2. Adapun anak-anak yang memiliki gawai, bahkan gawai mereka seri keluaran terbaru yang jauh lebih bagus daripada milik bapak ibu gurunya. Nyatanya penggunaan gawai yang mereka miliki hanya sebatas mengikuti mode saja.
3. Penggunaan gawai yang mereka miliki sebatas untuk berswa foto, dan bermedia sosial lannya. Disamping tentu sebagai alat komunikasi yang utama.
4. Banyak fitur-fitur dasar yang mereka belum pahami. Misalnya bagaimana cara membuka sebuah dokumen baik itu berupa dokumen word, exel, maupun ppt.
5. Dalam satu kelas yang berisi kurang lebih 32 anak, hanya sekitar 10 anak yang memiiki gawai. Dan dari 10 anak tersebut, hanya 3-4 anak yang aktif mengikuti.
6. Dari anak-anak yang punya gawai, masalah belum berakhir sampai disana. Anak-anak yang punya gawai sekalipun, punya kendala keterbatasan kuota. Selain jaringan yang juga menjadi kendala utama. Maklum saja, lokasi sebaran tempat tinggal anak-anak dibawah gunung.
Itulah sekelumit refleksi yang bisa saya sampaikan dalam masa kurang lebih tiga minggu belakangan ini. Jujur, sangat jauh dari harapan dan bayangan semula. Semula saya membayangkan, cukup dengan moda WA grup yang kami miliki semua keraguan dapat tertasi. Nyatanya tidak semudah apa yang saya bayangkan.
Tapi tak perlu berputus asa. Walau masih jauh dari apa yang diharapkan, setidaknya kini mereka mulai mengenal fitur-fitur lain yang ada dalam gawai mereka. Penggunaan gawai yang mereka miliki tak hanya sebatas untuk berswafoto ataupun bermedia sosial lainnya saja.
Semoga hikmah pendemi Corana yang tengah melanda seluruh dunia ini menjadikan manfaat juga bagi anak-anak. Anak-anak dan gurunya dapat lebih bisa belajar mengenal teknologi informasi dengan lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Belajar Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik

#KMP3 Ramadhan baru saja usai. Seiring gema takbir yang berkumandang. Nuansa bahagia menyambut hari yang fitri. Berbagai penganan pun dihi...